Senin, 27 Januari 2014

Baidu siap tantang Google dengan menguji mesin pencarinya di berbagai negara

Baidu, (NASDAQ:BIDU), mesin pencari top di China, secara diam-diam meluncurkan situs mesin pencarinya di Thailand (Baidu.co.th), Brazil (Baidu.net.br), dan Mesir (Baidu.com.eg) akhir pekan lalu untuk tujuan uji coba internal. Situs tersebut dilokalisasi menggunakan bahasa masing-masing negara dan menyediakan pilihan pencarian gambar, video, dan lainnya. Sayangnya, ketiga situs tersebut baru saja ditarik (dan sudah tidak bisa diakses). Tapi kami sempat mengunjungi situs tersebut dan mengambil beberapa screenshot.
Meskipun ini adalah pertama kalinya Baidu membawa mesin pencarinya ke beberapa pasar baru di luar China1, ini bukan pertama kalinya perusahaan ini masuk ke negara tersebut. Baidu memang sudah fokus pada pasar Thailand, Brazil, dan Mesir sejak dua tahun yang lalu, dan secara perlahan meluncurkan produk software-nya seperti aplikasi antivirus PC, browser mobile untuk handphone Android, portal listing Hao123 yang mirip dengan AOL, dan juga forum Postbar.
Sebagus apakah mesin pencari Baidu?
Anda pasti bertanya-tanya, sebagus apakah mesin pencari Baidu ini dibandingkan dengan Google? Untuk itu, mari kita lihat situs mesin pencari ini dalam versi Thailand-nya.
Halaman depan situs ini menyediakan pilihan pencarian web dan video, serta Baidu Translate dan Postbar. Di bawahnya tersedia link menuju situs populer global maupun lokal seperti Facebook dan Sanook (portal web terbesar Thailand). Link tersebut tentunya berbeda untuk tiap negara:

Klik untuk memperbesar
Baidu dulunya menggunakan Google untuk membantu pencariannya di Thailand, Mesin, dan Brazil di situs Hao123-nya. Tapi halaman depan Baidu tidak menunjukkan hal tersebut sama sekali. Berikut adalah salah satu hasil pencariannya, baik web maupun video:

Klik untuk memperbesar

Klik untuk memperbesar
Situs Thailand ini juga punya pencarian gambar yang terhubung dengan Google, pencarian MP3 yang terhubung dengan 4Shared, pencarian Wikipedia Thailand, dan pencarian Google Map. Baidu jelas mengisi kekurangannya dengan sangat baik.
Akankah mesin pencari ini masuk ke Indonesia?
Peluncuran mesin pencari ini sebenarnya tidak mengejutkan. Dan negara-negara lain juga pasti akan segera kedatangan mesin pencari dari China ini. Musim panas tahun 2012 lalu, Baidu membuka sebuah lab di Singapura. Lab tersebut berfokus pada teknologi pemroses bahasa yang natural untuk Asia Tenggara.
Baidu sudah membuka kantor di Thailand, Vietnam, Mesir, Indonesia, dan Brazil untuk mengelola produk mereka di masing-masing negara. Jadi, perusahaan ini sekarang lebih percaya diri untuk mengelola dan mengembangkan layanannya — seperti Hao123 dan aplikasi PC dan Android — di bawah nama perusahaan mereka sendiri, Baidu.
Baidu sendiri berencana merilis delapan produknya di Indonesia. Beberapa dari produk tersebut bahkan terbilang sukses. Baidu PC Faster sudah di-download lebih dari tiga juta orang, sedangkan Baidu Browser untuk Android sudah memiliki dua juta pengguna. Dengan kesuksesan tersebut dan juga lab di Singapura yang kami sebutkan di atas, bukan tidak mungkin Baidu akan meluncurkan mesin pencarinya di Indonesia nanti.

Baca Selengkapnya...

Wah, Pemuda Rusia Jalani Hidup Dengan Gaya Abad Pertengahan



Setiap orang memiliki gaya hidup yang berbeda, namun bagi pemuda asal Rusia ini memiliki gaya hidup yang berbeda dengan teman seumurannya. Pria bernama Pavel Sapozhnikov tersebut menjalani kehidupan bergaya abad pertengahan, bahkan ia hidup seorang diri ditengah hutan.
Dilansir dari Metro, Pavel menjalani kehidupa ala leluhurnya pada tahun 1100 sebagai sebuah percobaab, proyek ini di mulai sejak September 2013 dan seharusnya akan berakhir pada Mei 2014 mendatang.
Sementara itu, dalam eksperimen itu Pavel menjalani aktivitas sehari-hari tanpa teknologi modern dan tidak menggunakan listrik. Ia juga sangat sedikit melakukan kontak dengan manusia lainnya. Percobaan ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh psikologi dan sejarah dalam mendukung gaya hidup masyarakat modern.
Lamanya eksperimen selama 8 bulan dianggap sudah cukup untuk pengamatan. Namun Pavel memilih melakukannya saat musim dingin untuk meningkatkan tantangan dalam mempertahankan hidup di kondisi serba minim tersebut.
Pavel kemudian disediakan rumah pada lokasi hutan yang terpencil dengan diberikan modal berupa peralatan yang sesuai pada abad 10.  Pria berusia 24 tahun itu hanya mendapat pasokan makanan dengan berburu, mengumpulkan bahan makanan, dan memancing.
Tak hanya itu, Ia dilarang berkomunikasi kecuali saat Open Days yang diadakan sekali dalam sebulan ketika menyerahkan laporan pada tim peneliti. Namun Pavel tetap dibekali kamera dan buku tulis untuk menuliskan kesehariannya.
Kemudian hasil laporannya diposting ke blog sehingga publik bisa melihat seperti apa kehidupannya yang tinggal di rumah kayu dingin dan gelap. Ia mengenakan pakaian dan penghangat diri dari kulit hewan, menyembelih hewan untuk dimakan, memasok kayu bakar dan minum susu kambing.
Walaupun percobaan tersebut sangat ketat, tetapi Pavel diperbolehkan meminta bantuan pada saat gawat darurat, seperti kecelakaan serius dengan disediakan terompet. Sedangkan Pavel juga mempersiapkan diri dengan serius dan berlatih keras, karena ia sebelumnya merupakan warga perkotaan modern.
“Untuk orang jaman sekarang ini hidup yang tak nyaman tapi untuk orang terlatih mungkin biasa saja,” tuturnya.
Baca Selengkapnya...

Ini Dia Jalan Paling Indah di Dunia



          Saat menikmati keindahan tempat wisata tidak melulu harus dengan berkendara, beberapa tempat akan lebih menyenangkan dan indah jika dinikmati dengan cara berjalan kaki. Seperti salah satu lokasi yang terletak tepat di negara Brazil.

    Sebuah jalan yang bernama ‘RuaGonçalo de Carvalho’ ini menawarkan pemandangan yang sangat indah, jalan ini sangat spesial dan dijuluki sebagai jalan paling indah di dunia. Jalan ini berada di daerah Porto Alegre, Rio Grande do Sul.
          Jalan sepanjang 500 meter ini sangat asri karena diapit oleh pohon - pohon tipuana yang tinggi, pohon tersebut seperti membentuk kanopi besar menyerupai terowongan berwarna hijau.
Dilansir dari whenonearth, untuk mendapatkan gelar jalan paling indah di dunia tidak hanya dilihat dari keindahan visual saja, tetapi karena pohon – pohon asri ini ditanam dan dirawat dengan sepenuh hati oleh warga kota
         Pohon-pohon tipuana ditanam mulai tahun 1930 oleh pekerja Jerman yang bekerja di dekat pabrik. Selama bertahun-tahun, pohon – pohon tersebut tumbuh dengan ketinggian yang luar biasa hingga mencapai lantai 7 sebuah bangunan.
          Pada tahun 2005 lalu, sebuah pusat perbelanjaan baru direncanakan akan didiran dan mengancam pohon tersebut. Namun, akhirnya penduduk setempat bangkit dan berhasil menjalankan kampanye untuk pelestarian pohon – pohon dijalan. Pemerintah pun akhirnya turut melindungi jalan tersebut dan menyatakan bahwa jalan tersebut adalah warisan sejarah, budaya, dan alam kota.
Tertarik untuk berkunjung ke RuaGonçalo de Carvalho, Dreamers? ^^

Baca Selengkapnya...

Jumat, 24 Januari 2014

Panorama Bangunan Paling 'Gila' Yang Ada di Kota Braunschweig

Sebuah bangunan dengan tembok warna – warni berdiri di kota Brunswick, Jerman. Bangunan ini telah menjadi daya tarik wisata karena bentuknya yang terlihat lucu dan tidak biasa. Para pengunjung yang paling penasaran untuk bisa melihat bangunan ini umumnya adalah anak muda.
Dilansir dari laman Unusualplaces, bangunan yang dihiasi dengan gambar gaya graffiti tiga dimensi ini disebut 'The Happy Rizzi House'. Bentuknya jauh dari standar bangunan pada umumnya, namun bangunan ini terlihat ekologis dan tenang karena banyak pohon yang ditanam serta tersedia lahan parkir untuk sepeda.
"The Happy Rizzi House" diciptakan oleh seniman James Rizzi pada tahun 2001. Pria asal Amerika Serikat ini sudah berpengalaman dalam dunia arsitektur dan grafis. James  mengambil pendidikan seni di University of Florida, ditempat itulah ia mempelajari teknik tiga dimensi dan memutuskan untuk menjadi seniman jalanan New York.
Penduduk lokal mengungkapkan bahwa ‘The Happy Rizzi House’ adalah bangunan paling 'gila' yang pernah didirikan di Kota Brunswick. Awalnya, bangunan ini sangat di benci sampai ingin dirobohkan, namun akhirnya secara perlahan dapat diterima dan dikagumi.
Tertarik untuk mengunjungi bangunan unik ini, Dreamers? ^^

Baca Selengkapnya...

Mongabay Travel: Air Terjun Batu Dinding, Keindahan Yang Tersembunyi Kabupaten Kampar

            Hampir tiga jam, disuguhi deretan perkebunan kelapa sawit, jejeran rumah-rumah penduduk, dan hilir mudik kendaraan, Mongabay-Indonesia akhirnya tiba di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, siang itu dari Pekanbaru bertarikh 19 Januari 2014.
Pohon kelapa gagah berdiri tegak di antara rumah-rumah warga. Rumput-rumput hijau bertebaran di samping dan di halaman rumah warga atau di samping kiri-kana jalan bersemen lebar dua meter.
Seekor kerbau berwarna coklat memakan rumput tanpa peduli kendaraan roda dua hilir mudik. Empat meter dari si kerbau, di balik pohon kelapa, rimbunan pohon bambu, suara arus sungai Subayang terdengar. Dengan lebar sekira 25 meter, di kiri kanan sungai Subayang berdiri tegak rimbunan pohon-pohon nan hijau.
    Penanda lokasi objek eko wisata batu dinding.
 Saat hendak menaiki perahu panjang terbuat dari kayu digerakkan mesin, warga sedang mandi di sungai, tanpa mempedulikan kehadiran kami, mereka asyik mengguyur air sungai Subayang.
Perahu melaju, meliuk-liuk mengikuti alira sungai Subayang. Bukit-bukit tertutup pohon-pohon hijau, terihat sepanjang perjalanan. Kian mendekat, hijaunya kian terang.
Dua menit berlalu, kami benar-benar dikelilingi pepohonan nan hijau berderet, berbaris di atas bukit-bukit. Tak ada lagi rumah warga kelihatan. Sesekali perahu-perahu hilir mudik melintas. Kala ombaknya terkena, perahu kami terasa oleng.
    Perahu dari kayu melintasi hutan dan sungai sebayang.
 Perahu melambat, menghindar bebatuan. Tak jauh dari bebatuan besar itu, perahu berhenti di pinggiran, dekat batu besar berdiri tegak menyerupai dinding. Warga menyebutnya: Batu Dinding. Tak ada papan nama.
Suara air terjun terdengar, begitu mesin perahu dimatikan. Jalan tanah becek berwarna kecoklatan. Deretan tulisan terbuat dari kayu beratap seng tertulis: Selamat Datang di Areal Objek Wisata Batu Dinding. Papan nama itu dibuat oleh Kelompok Kerja Batu Dinding.
Belum sampai lima menit, menaiki bukit, perahu dan aliran sungai tak lagi kelihatan. Hanya pepohonan mengelilingi perjalanan dan suara air terjun. Suara air terjun, kian terdengar keras.
Hampir dua puluh menit, sekitar 1.143 langkah kecil berjalan menaiki dan menuruni bukit, tersembunyi dan dikelilingi pepohonan nan hijau.
    Hutan di sekitar Sungai Subayang.
            Derasnya gumpalan air turun dari dinding berbatu menghantam genangan air di bawahnya, dan airnya mengalir turun ke bawah sambil menghantam bebatuan keras, berbunyi di tengah belantara hutan.
Satu jam menikmati air terjun sambil bersantap nasi bungkus, bebatuan, aliran air, dan orang-orang yang berenang dan tentu saja: hijaunya pepohonan mengelilingi air terjun.
Satu pemandangan mengusik mata, di samping pondokan itu: sampah plastik bekas makanan minuman berserakan di samping tempat sampat terbuat dari drum. Meski ada papan bertuliskan buanglah sampah pada tempatnya!
Kelompok Kerja Batu Dinding bersama rombongan WWF Riau memungut sampah, memasukkan dalam kantong goni. Sejenak, air terjun batu dinding bersih dari sampah.
Membersihkan sampah, salah satu kegiatan Kelompok Kerja Batu Dinding bentukan dari masyarakat Desa Tanjung Belit. “Selain memungut sampah, membuat trek jalan agar bisa dilalui pengunjung, membuat plang nama sebagai petunjuk dan pondokan untuk pengunjung beristirahat,” kata Mahwel, 20 tahun, Ketua Kelompok Kerja Batu Dinding, asli dari Desa Batu Dinding.
       Sisi lain pemandangan air terjun batu dinding.
 Ekowisata Air Terjun Batu Dinding, sepenuhnya dikelola oleh masyarakat Desa Tanjung Belit.
Menurut Mahwel, setiap minggu, hampir dua juta rupiah pemasukan untuk Tanjung Belit. “Belum lagi, kalau hari-hari tanggal merah dan libur panjang. Lumayan ramailah,” katanya.
Melihat pengunjung kian ramai dan objek wisata batu dinding terjaga, masyarakat Desa Batu Dinding melalui pemerintah desa membentuk Peraturan Desa pada November 2013. “Isinya dilarang menebang pohon, merusak fasilitas dan berbuat maksiat saat berada di objek wisata dan hutan ini tak boleh dimiliki oleh seseorang,” kata Zulfihas sekretaris Desa Tanjung Belit. ”Perdesa ini juga membantu kas desa.”
Salah satunya mereka tak boleh merusak hutan, karena adat mereka meralang. Desa Tanjung Belit bagian dari wilayah adat kekalifahan Kuntu, yaitu kalifah ujung bukit.
Sebelum ramai pengunjung dan kelompok kerja terbentuk, awalnya Mahwel mengajak pemuda di kampungnya sekitar 15 orang terdiri atas perempuan dan lelaki. Mereka membuat jembatan manual agar bisa dilalui pengunjung dan memungut sampah.
“Tujuan saya mengembangkan eko wisata tanpa merusak alam,” kata Mahwel, saat mengajak kawan-kawannya, ia merogoh kocek sendiri untuk merawat alam. Agar terorganisir, terbentuklah Kelompok Kerja Batu Dinding pada 21 Februari 2013. Tugas mereka, menjaga dan merawat alam untuk ekowisata.”Harapan terbesar saya, ekowisata ini dikenal oleh dunia.”
Esoknya,kami kembali ke Pekanbaru meninggalkan Sungai Subayang, hutan alam bukit rimbang baling dan air terjun batu dinding nan di tengah hutan, sambil mengenang, warga menyebutnya sambal kacau, ikan ditumbuk lantas dicampur dengan cabe hijau dan bumbu lainnya lantas dikacau.


Baca Selengkapnya...
The Alien - Help Select"), auto;} body a:hover{cursor: url("The Alien - Help Select"), auto;}

2

1