Jumat, 24 Januari 2014

Berjam-jam Kuras Keringat di Panggung, Seniman Ludruk Cuma Dibayar Rp 10 Ribu



Pementasan kesenian rakyat di Taman Hiburan Rakyat (THR) dalam beberapa tahun ini praktis bergantung pada subsidi Pemerintah Kota Surabaya. Tiket pementasan sudah lama tidak laku dijual. Belakangan pementasan digratiskan, tapi tetap saja tidak ada pengunjung datang.
Ada tiga kelompok kesenian rakyat di THR yang disubsidi. Srimulat, ketoprak, dan wayang orang. Sedangkan ludruk mendapat bantuan fasilitas, menempati gedung secara gratis. “Sekarang ini digratiskan pun, orang belum tentu mau nonton,” kata Edi, alias Edi Pet, pemain Srimulat yang masih tersisa.
Nasib lebih buruk dialami para seniman ketoprak dan wayang orang. Kesenian ini masih ditampilkan, sebulan sekali atau paling banyak sebulan dua kali. Sama dengan Srimulat, pementasan ini disubsidi, yaitu Rp 3,5 juta setiap pentas. Tidak ada tiket yang dijual. Praktis uang subsidi Rp 3,5 juta itu yang dinikmati ala kenduri, dibagai rata tanpa melihat peran.
Berbeda dengan Srimulat, pementasan mirip kerja padat karya. Personel cukup besar. Bisa 100 orang personel hingga lebih. Praktis tiap personel cuma kebagian Rp 35.000.
Uang receh itu masih bisa kurang bila pementasan butuh pendanaan lain. “Kadang ada kebutuhan lain di luar honor pemain, misalnya untuk beli peralatan,” ujar Sugeng Wiyono, salah satu pemain senior grup wayang orang.
Yang lebih miris lagi adalah honor yang diterima personel ludruk Irama Budaya setiap kali manggung. Beda dengan ketoprak dan Srimulat, mereka tidak disubsidi.
“Kami dibantu pemerintah, dalam bentuk gedung. Jadi kami boleh pakai gedung ini untuk kami tinggali, termasuk pementasan. Tapi, untuk honor pemain, ya kami tanggung sendiri,” ujar Deden Irawan (33), pimpinan Irama Budaya.
Irama Budaya memberlakukan tiket untuk honor para pemainnya. Harganya cuma Rp 5.000 per lembarnya. Itu pun tidak pernah habis. Honor pemain bukan saja minim. Bisa-bisa dari berjam-jam menguras keringat di panggung, cuma Rp 10.000 hingga Rp 15.000, yang bisa dibawa pulang tiap personel.
“Dengan honor sedikit seperti itupun, kami selalu rugi tiap minggunya. Sekali manggung, saya bisa tekor kurang lebih Rp 300.000,” kata Deden, anak angkat Sunaryo, pendiri Irama Budaya ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Alien - Help Select"), auto;} body a:hover{cursor: url("The Alien - Help Select"), auto;}

2

1